Paroki Administratif Pelem Dukuh adalah sebuah kisah tentang keteguhan iman, semangat pengabdian, dan perjuangan tak kenal lelah dari sekelompok umat Katolik yang bertekad membangun komunitas spiritual di tengah tantangan zaman. Cerita ini dimulai dengan seorang pria sederhana bernama Ignatius Tukidin, yang menjadi pelopor umat Katolik pertama di Pelem Dukuh. Pada tahun 1929, Bapak Ignatius Tukidin dipermandikan di Ploso Promasan setelah mengenal agama Katolik di Sekolah Rakyat (SR) Boro. Dengan bimbingan Romo Prennthaler, ia dikirim ke Mendut dan Ungaran untuk mengikuti kursus guru agama. Ketika ia kembali, benih iman yang ia bawa mulai bersemi di tanah Pelem Dukuh. Rumahnya menjadi tempat diselenggarakannya misa pertama, meski hanya tiga orang yang menerima komuni saat itu: Ignatius Tukidin sendiri, Bapak Sastroadmojo, dan Bapak Tjokrosiswoyo. Inilah awal mula dari perjalanan panjang umat Katolik di Pelem Dukuh. Tak lama kemudian, hadir pula Ibu Yakoba Sikem, yang menjadi umat ...
“Dengan tanda salib … semua ilmu magis ditolak, semua ilmu sihir dipunahkan dan semua berhala ditinggalkan … dan semua kenikmatan yang sia-sia berhenti, ketika mata iman melihat dari Bumi ke Surga.”( by.Athanasius, Uskup besar dari Alexandria) “Marilah kita tidak menjadi malu untuk mengakui sang tersalib. Biarlah salib, sebagai materai kita, dibuat secara berani dengan menggunakan jari kita, diatas alis kita dan disemua kesempatan atas roti yang kita makan, atas cawan yang kita minum, dalam kedatangan dan kepergian kita, sebelum tidur, ketika berbaring dan bangun, ketika kita dalam perjalanan dan ketika kita diam.”( by.St.cyril) "Kalau kita malu membuat Tanda Salib berarti kamu malu punya Tuhan Yesus." "Tanda Salib yang mengungkapkan iman dasar Kristiani.Salib yang umumnya menjadi lambang, penderitaan, perendahan dan kehinaan, oleh Yesus diganti menjadi simbol kemenangan, penebusan, kekuatan, keselamatan, kebangkitan,dan kemuliaan. Sekarang Salib Kristus bukan ...