Paroki Administratif Pelem Dukuh adalah sebuah kisah tentang keteguhan iman, semangat pengabdian, dan perjuangan tak kenal lelah dari sekelompok umat Katolik yang bertekad membangun komunitas spiritual di tengah tantangan zaman. Cerita ini dimulai dengan seorang pria sederhana bernama Ignatius Tukidin, yang menjadi pelopor umat Katolik pertama di Pelem Dukuh. Pada tahun 1929, Bapak Ignatius Tukidin dipermandikan di Ploso Promasan setelah mengenal agama Katolik di Sekolah Rakyat (SR) Boro. Dengan bimbingan Romo Prennthaler, ia dikirim ke Mendut dan Ungaran untuk mengikuti kursus guru agama. Ketika ia kembali, benih iman yang ia bawa mulai bersemi di tanah Pelem Dukuh. Rumahnya menjadi tempat diselenggarakannya misa pertama, meski hanya tiga orang yang menerima komuni saat itu: Ignatius Tukidin sendiri, Bapak Sastroadmojo, dan Bapak Tjokrosiswoyo. Inilah awal mula dari perjalanan panjang umat Katolik di Pelem Dukuh. Tak lama kemudian, hadir pula Ibu Yakoba Sikem, yang menjadi umat ...
Homili singkat Bapak Kardinal Julius dalam Salve Agung dan Pemberkatan insignia di Katedral Semarang, Kamis (18/5/2017).
Homili singkat Bapak Kardinal Julius dalam Salve Agung dan Pemberkatan insignia di Katedral Semarang, Kamis (18/5/2017).
Saya ingat kisah Samuel yang harus pergi ke keluarga Isai untuk memilih satu dari delapan anak laki-lakinya untuk diurapi menjadi raja menggantikan raja samuel. Tujuh anak yang berkeliaran ditampilkan Ishai, tak ada yang terpilih meski ada yang dikira Samuel. Inilah pilihan Tuhan, berkat penampilannya yang mantap. Ternyata yang dipilih adalah Daud, si bungsu yang masih sangat muda dan belum berkumis. Ia sedang menggembalakan kambing-domba.
Kasak-kusuk di keuskupan Semarang cukup ramai. Banyak sudah imam, baik dari lingkungan imam diosesan maupun imam religius, bahkan seorang uskup sekalipun disebut-sebut namanya sebagai calon uskup agung Semarang karena penampilannya mantap seperti putera sulung Isai. Ternyata yang dipanggil oleh Bapa Duta Besar Vatikan untuk Indonesia adalah si Kumis (Mgr. Robertus Rubiyatmoko-Red).
“Maaf Mgr. Rudiyatmoko, saya boleh bercanda dan mengejek anda sebelum ditahbiskan secara resmi,” katar Kardinal dengan suara agak melemah.
Homili diteruskan.
Si Kumis yang dulu biasa menggembalakan bebek, menggembalakan kambing dan domba serta mengenakan caping gunung. Kami bersyukur dan memuji Allah untuk kebijaksanaannya. Kalau Daud dulu dipilih karena keahliannya melempar batu kecil untuk melawan Goliat yang berbadan raksasa itu, sekarang Allah memilih si ahli hukum Gereja untuk secara bijaksana menjabarkan ajaran dari Paus Fransiskus yang tertuang di dalam tiga tulisan akhir-akhir ini, yakni “Wajah Kerahiman Allah”, “Yesus Hakim yang Adil”,bukan hakim yang keras, dan “Kegembiraan Kasih di Dalam Hidup Berkeluarga”.
Dengan keahliannya di dalam hukum gereja, beliau akan menggembalakan umat dengan semangat dasar gembala yang baik yang memilik hati penuh belas kasih. Kecuali, kita bersyukur atas pilihan Tuhan ini. Sore hari ini kita mohon curahan berkat rahmat bagi beluiau. Dan,karena dalam Injil hari ini yang diberkati adalah aksesorinya, besok pribadinya diberkati dalam upacara tahbisan uskup.
Sore hari ini kita mohon berkat bagi dandanan lengkap sebagai uskup dan kedua memberkati tahta uskup. Dengan perlengkapan ini, diharapkan beliau tidak melempari batu untuk melindungi domba-dombanya, melainkan melebarkan semangat kasih, membeberkan belas kasih layaknya gembala baik yang mencari domba-domba untuk diselamatkanya.“Jelas pemberkatan asesoris uskup ini kita sambil mohon berkat bagi beliau.”
Karena apa? Karena tongkat uskup, tahta keuskupan sudah lima kali diberkati untuk uskup-uskup pendahulu beliau. Maka, mari kita mohon berkat Tuhan untuk beliau,Mgr. Robertus Rubiyatmoko sebagai persiapan untuk menerima kepenuhan tahbisan utama besok dalam tahbisan sebagai uskup di kompleks AKPOL Semarang. Mari kita Berdoa!
Comments
Post a Comment