Paroki Administratif Pelem Dukuh adalah sebuah kisah tentang keteguhan iman, semangat pengabdian, dan perjuangan tak kenal lelah dari sekelompok umat Katolik yang bertekad membangun komunitas spiritual di tengah tantangan zaman. Cerita ini dimulai dengan seorang pria sederhana bernama Ignatius Tukidin, yang menjadi pelopor umat Katolik pertama di Pelem Dukuh.
Pada tahun 1929, Bapak Ignatius Tukidin dipermandikan di Ploso Promasan setelah mengenal agama Katolik di Sekolah Rakyat (SR) Boro. Dengan bimbingan Romo Prennthaler, ia dikirim ke Mendut dan Ungaran untuk mengikuti kursus guru agama. Ketika ia kembali, benih iman yang ia bawa mulai bersemi di tanah Pelem Dukuh. Rumahnya menjadi tempat diselenggarakannya misa pertama, meski hanya tiga orang yang menerima komuni saat itu: Ignatius Tukidin sendiri, Bapak Sastroadmojo, dan Bapak Tjokrosiswoyo. Inilah awal mula dari perjalanan panjang umat Katolik di Pelem Dukuh.
Tak lama kemudian, hadir pula Ibu Yakoba Sikem, yang menjadi umat Katolik kedua di Pelem Dukuh setelah dipermandikan di Boro. Ia bahkan pernah menghadiri Kongres Orang Katolik di Yogyakarta pada tahun 1931, menunjukkan betapa aktifnya beliau dalam mengembangkan iman.
Tokoh ketiga yang turut mengokohkan fondasi gereja di Pelem Dukuh adalah Bapak Pontianus Kromomartono. Ia mengenal agama Katolik saat bersekolah di Balong dan menerima sakramen permandian di Boro pada tahun 1934. Setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Rakyat, beliau mengikuti kursus guru agama di Girisonta dan berhasil meraih ijazah bersamaan dengan Bapak Ignatius Tukidin. Dengan bekal ini, Bapak Kromomartono mengabdikan dirinya sebagai katekis dan guru agama di beberapa sekolah, seperti SDN Jatiroto, SDN Kalirejo, dan SDN Wonosari. Namun, pengabdiannya tak berhenti di situ. Setiap malam, ia berkeliling wilayah Desa Kebonharjo dan Desa Purwosari untuk menyebarkan ajaran agama Katolik. Di antara tempat-tempat yang ia kunjungi adalah Gedong, Promasan, Jatiroto, Kalipetung, Patihombo, Dukuh, Mranggen, Pelem, dan Dangsambuh, yang kelak menjadi bagian dari lingkungan Paroki Administratif Pelem Dukuh.
Pada tahun 1948, atas saran Pastor Prennthaler yang memprediksi perkembangan agama Katolik ke arah barat, Stasi Pelem dipindahkan ke Dukuh. Misa mulai diadakan di rumah Bapak Pontianus Kromomartono, sebuah peristiwa yang menjadi cikal bakal terbentuknya Paroki Pelem Dukuh. Tahun 1967, umat mendirikan sebuah rumah joglo di pekarangan Bapak Kromomartono, yang kemudian digunakan sebagai kapel yang terpisah dari rumah pribadinya. Semangat gotong royong umat kembali diuji pada tahun 1973 ketika mereka bekerja keras siang dan malam untuk menyiapkan lokasi baru bagi kapel. Di lereng Gunung Pengilon, kapel tersebut akhirnya dipindahkan pada tahun 1974, dengan tanah yang digunakan atas izin pemerintah Kalurahan Purwosari.
Namun, perjalanan belum selesai. Karena jarak yang jauh dari Paroki Nanggulan, Paroki Administratif Pelem Dukuh mulai mengelola administrasi secara mandiri sejak tahun 1975, termasuk pencatatan sakramen permandian dan perkawinan. Meski demikian, secara hukum, pengakuan resmi dari Keuskupan Agung Semarang belum diperoleh. Hingga akhirnya, pada tahun 2012, Pastor Paroki Nanggulan, Romo Constatinus Hadianta, Pr, menyarankan agar Gereja Santa Maria Fatima Pelem Dukuh mengajukan permohonan penetapan status stasi ke Keuskupan. Setelah melalui proses panjang, termasuk visitasi dari tim Keuskupan pada tanggal 4 Desember 2012, Stasi Pelem Dukuh resmi ditetapkan sebagai Paroki Administratif pada tanggal 22 Desember 2013 oleh Mgr. Johannes Pujasumarta.
Sejarah Paroki Administratif Pelem Dukuh adalah saksi bisu dari perjuangan umat yang berpegang teguh pada iman mereka. Dari sebuah komunitas kecil yang bermula di rumah-rumah pribadi, hingga menjadi paroki administratif yang mandiri, Pelem Dukuh bukan hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga simbol ketekunan dan dedikasi umatnya. Ini adalah kisah tentang bagaimana sekelompok kecil orang, dengan iman yang besar, mampu menorehkan sejarah dan membangun warisan spiritual yang akan dikenang sepanjang masa.
Comments
Post a Comment