Paroki Administratif Pelem Dukuh adalah sebuah kisah tentang keteguhan iman, semangat pengabdian, dan perjuangan tak kenal lelah dari sekelompok umat Katolik yang bertekad membangun komunitas spiritual di tengah tantangan zaman. Cerita ini dimulai dengan seorang pria sederhana bernama Ignatius Tukidin, yang menjadi pelopor umat Katolik pertama di Pelem Dukuh. Pada tahun 1929, Bapak Ignatius Tukidin dipermandikan di Ploso Promasan setelah mengenal agama Katolik di Sekolah Rakyat (SR) Boro. Dengan bimbingan Romo Prennthaler, ia dikirim ke Mendut dan Ungaran untuk mengikuti kursus guru agama. Ketika ia kembali, benih iman yang ia bawa mulai bersemi di tanah Pelem Dukuh. Rumahnya menjadi tempat diselenggarakannya misa pertama, meski hanya tiga orang yang menerima komuni saat itu: Ignatius Tukidin sendiri, Bapak Sastroadmojo, dan Bapak Tjokrosiswoyo. Inilah awal mula dari perjalanan panjang umat Katolik di Pelem Dukuh. Tak lama kemudian, hadir pula Ibu Yakoba Sikem, yang menjadi umat ...
Renungan Bulan Maria dan Bulan Katekese Liturgi 2021 Hari ke-18: Kolekte dan Persembahan di Masa Pandemi Covid-19
Alkisah, Pak Stanley termangu melihat laporan kolekte dan persembahan bulanan selama masa pandemi Covid-19. Memang semenjak Misa Kudus mingguan di
parokinya ditiadakan, rupanya jumlah perolehan kolekte dan persembahan bulanan cenderung turun drastis dan kurang mencukupi kebutuhan paroki. Tak sedikit umat yang nyinyir: “Lha wong tidak ada Misa kok disuruh kolekte dan persembahan bulanan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarga sendiri saja sudah kembang kempis!”Sebagai bendahara Dewan Paroki St. Petrus Pringapus, Pak Stanley sudah menawarkan beberapa pilihan guna
penyaluran kolekte dan persembahan. Pertama, lewat amplop dan dikumpulkan oleh pengurus lingkungan atau relawan,
lalu disetorkan ke kantor paroki. Kedua, umat bisa transfer dana secara praktis dan mudah dengan memakai Scan QR Code, Qris (Quick Respond Indonesia Standard), atau melalui
aplikasi OVO, Gomobil, t-Money, Gopay, Telkom, LinkAja, Dana, Paytren, Bluepay, dll. Namun, rupanya aplikasi tersebut
belum familiar di kalangan umat. Atau mungkin saja justru umat memakai aplikasi itu ke paroki lain yang melayani Misa
online. Walau sudah menawarkan berbagai macam cara, namun hasilnya sering masih kurang menggembirakan.Fakta menunjukkan bahwa kondisi keuangan sebagian
besar paroki semakin memprihatinkan sejak merebaknya pandemi Covid-19. Tidak sedikit paroki yang mengalami kesulitan untuk membiayai kebutuhan rutinnya, seperti gaji atau honor karyawan, rekening listrik dan telepon. Nyaris program kerja paroki macet total. Syukurlah bahwa paroki yang betul-betul minus penerimaannya mendapatkan subsidi dari Keuskupan untuk biaya rutin.Gereja sebenarnya telah menggariskan hal ini: “Kaum beriman kristiani terikat kewajiban untuk memenuhi kebutuhan Gereja, agar tersedia baginya yang perlu untuk ibadat ilahi, karya kerasulan dan amal kasih, serta sustentasi (penghidupan) yang wajar para pelayan” (KHK, Kanon 122 §1).
Maka, walaupun kita semua hidup susah terdampak pandemi, marilah kita berani peduli terhadap paroki kita. Ingatlah bahwa kita pun diundang untuk berani berbagi untuk Gereja dan masyarakat apa pun bentuknya. Itulah perutusan Ekaristi.
Comments
Post a Comment