Paroki Administratif Pelem Dukuh adalah sebuah kisah tentang keteguhan iman, semangat pengabdian, dan perjuangan tak kenal lelah dari sekelompok umat Katolik yang bertekad membangun komunitas spiritual di tengah tantangan zaman. Cerita ini dimulai dengan seorang pria sederhana bernama Ignatius Tukidin, yang menjadi pelopor umat Katolik pertama di Pelem Dukuh. Pada tahun 1929, Bapak Ignatius Tukidin dipermandikan di Ploso Promasan setelah mengenal agama Katolik di Sekolah Rakyat (SR) Boro. Dengan bimbingan Romo Prennthaler, ia dikirim ke Mendut dan Ungaran untuk mengikuti kursus guru agama. Ketika ia kembali, benih iman yang ia bawa mulai bersemi di tanah Pelem Dukuh. Rumahnya menjadi tempat diselenggarakannya misa pertama, meski hanya tiga orang yang menerima komuni saat itu: Ignatius Tukidin sendiri, Bapak Sastroadmojo, dan Bapak Tjokrosiswoyo. Inilah awal mula dari perjalanan panjang umat Katolik di Pelem Dukuh. Tak lama kemudian, hadir pula Ibu Yakoba Sikem, yang menjadi umat ...
Sore itu keluarga Pak Ignatius Darmoji mengikuti Misa online. Bu Lusia Pariyem, istrinya, sesekali melihat ke dapur karena sayur belum matang. Sambil main game di HP, Adi anak bungsunya ikut bergabung. Pak Darmoji sendiri tampak gelisah, karena menunggu kedatangan seorang tamu.
Rupanya, selama Misa online berlangsung, keluarga Pak Darmoji kurang mampu mengikutinya dengan sepenuh hati,
karena masing-masing sibuk “nyambi” kegiatan lainnya. Situasi ini mungkin tidak hanya dialami oleh keluarga Pak Ignatius Darmoji. Dalam masa pandemi Covid-19, Misa online menjadi salah satu alternatif yang bisa kita lakukan, tetapi kadang hati dan pikiran kita masih “sibuk” dengan
kegiatan yang lain. Lalu, bagaimana kita bisa mengikuti Misa online secara layak? Memang, harus diakui bahwa pelaksanaan Misa di masa pandemi Covid-19 ini tampak lucu dan menggelikan! Mengapa? Sebab, sebelum pandemi Covid-19, main handphone saat mengikuti Misa tentu saja dilarang, bahkan harus di-silent ataupun di-non-aktifkan. Namun, kini kita mengikuti Misa online dengan perangkat HP atau televisi.Misa online dengan cara nyambi tentu tidak menjadi masalah apabila intensi atau kehendak kita dari awal hanya mau menonton Misa, sementara kita sudah atau akan mengikuti perayaan Ekaristi secara langsung atau offline di gereja. Gereja mengajarkan: “Bunda Gereja menginginkan supaya semua orang beriman dibimbing ke arah keikutsertaan yang sepenuhnya, sadar dan aktif dalam perayaan-perayaan liturgi” (SC 14). Artinya, kalau mau ikut Misa ya harus berpartisipasi secara penuh, sadar dan aktif, tidak “disambi-sambi” alias sibuk dengan perkara lain. Baik secara offline, maupun terpaksanya online: kita fokus, ikut penuh dari awal sampai akhir, ikut tata geraknya, ikut menjawab saat umat menjawab, berpakaian pantas seperti layaknya ikut Misa di gereja, dan seterusnya.
Comments
Post a Comment