Paroki Administratif Pelem Dukuh adalah sebuah kisah tentang keteguhan iman, semangat pengabdian, dan perjuangan tak kenal lelah dari sekelompok umat Katolik yang bertekad membangun komunitas spiritual di tengah tantangan zaman. Cerita ini dimulai dengan seorang pria sederhana bernama Ignatius Tukidin, yang menjadi pelopor umat Katolik pertama di Pelem Dukuh. Pada tahun 1929, Bapak Ignatius Tukidin dipermandikan di Ploso Promasan setelah mengenal agama Katolik di Sekolah Rakyat (SR) Boro. Dengan bimbingan Romo Prennthaler, ia dikirim ke Mendut dan Ungaran untuk mengikuti kursus guru agama. Ketika ia kembali, benih iman yang ia bawa mulai bersemi di tanah Pelem Dukuh. Rumahnya menjadi tempat diselenggarakannya misa pertama, meski hanya tiga orang yang menerima komuni saat itu: Ignatius Tukidin sendiri, Bapak Sastroadmojo, dan Bapak Tjokrosiswoyo. Inilah awal mula dari perjalanan panjang umat Katolik di Pelem Dukuh. Tak lama kemudian, hadir pula Ibu Yakoba Sikem, yang menjadi umat ...
Renungan Bulan Maria dan Bulan Katekese Liturgi 2021 Hari ke-12 : Pemakaman Jenazah di Masa Pandemi Covid-19
Pemakaman Jenazah
di Masa Pandemi Covid-19
Sering terjadi Rama Paroki ditanya: “Rama, bagaimana
kalau ada umat di lingkungan yang meninggal karena
Covid-19? Apakah masih bisa diberkati? Apakah masih bisa
dihadiri oleh umat lingkungan?” Tentu Rama dan umat harus
memutuskan cara terbaik mengatasi situasi ini. Menjadi
ketakutan bagi kita kalau mendengar kabar ada warga yang
meninggal karena Covid-19. Bagi mereka yang meninggal
karena Covid-19, jenazahnya pun tidak bisa disemayamkan
di rumah duka, tetapi dari rumah sakit langsung dihantar
menuju ke pemakaman. Ditinggalkan salah satu anggota
keluarga saja sudah menyedihkan, apalagi ditambah protokol
tentang tata cara pemakaman jenazah Covid-19.
Kitab Hukum Kanonik kan. 1176 § 1 dan 2 memberi
pendasaran normatif perihal keharusan pemakaman gerejawi
bagi orang Kristen. Diuraikan demikian: § 1. Bagi orang-
orang beriman kristiani yang telah meninggal dunia, haruslah
diselenggarakan pemakaman gerejawi, seturut norma hukum.
§ 2. Dengan pemakaman gerejawi, Gereja mohon bantuan
rohani bagi mereka yang telah meninggal dan menghormati
tubuh mereka serta sekaligus memberikan penghiburan
berupa harapan bagi yang masih hidup; pemakaman itu harus
dilangsungkan menurut norma hukum liturgi. Lebih lanjut dalam Katekismus Gereja Katolik Nomor 2300 ditegaskan
bahwa “Jenazah orang yang telah mati harus diperlakukan
dengan hormat dan penuh kasih dalam iman dan dalam
harapan akan kebangkitan. Pemakaman orang mati adalah
suatu pekerjaan kerahiman terhadap badan; itu menghormati
anak-anak Allah sebagai kenisah Roh Kudus”.
Dengan demikian, pelayanan bagi mereka yang telah
meninggal, entah karena apa pun termasuk Covid-19,
menjadi tugas mulia Gereja untuk mempersatukan kembali
anak-anak Allah dalam kebersamaan yang abadi di surga.
Pastilah kita harus mengikuti prosedur protokol kesehatan
dan cara pemakaman yang sesuai ketentuan pemerintah demi
kebaikan bersama. Sementara itu, Rama, keluarga, dan umat
lingkungan atau sekitar tetap dapat menyelenggarakan Misa
Requiem melalui dua cara sekaligus: Misa offline di gereja atau
di tempat yang memungkinkan bersama keluarga dekat sesuai
pembatasan jumlah oleh peraturan Satgas setempat, dan Misa
tersebut disiarkan secara online untuk semua kenalan yang
ingin menyatukan doa dalam Misa Requiem tersebut.
Comments
Post a Comment