Paroki Administratif Pelem Dukuh adalah sebuah kisah tentang keteguhan iman, semangat pengabdian, dan perjuangan tak kenal lelah dari sekelompok umat Katolik yang bertekad membangun komunitas spiritual di tengah tantangan zaman. Cerita ini dimulai dengan seorang pria sederhana bernama Ignatius Tukidin, yang menjadi pelopor umat Katolik pertama di Pelem Dukuh. Pada tahun 1929, Bapak Ignatius Tukidin dipermandikan di Ploso Promasan setelah mengenal agama Katolik di Sekolah Rakyat (SR) Boro. Dengan bimbingan Romo Prennthaler, ia dikirim ke Mendut dan Ungaran untuk mengikuti kursus guru agama. Ketika ia kembali, benih iman yang ia bawa mulai bersemi di tanah Pelem Dukuh. Rumahnya menjadi tempat diselenggarakannya misa pertama, meski hanya tiga orang yang menerima komuni saat itu: Ignatius Tukidin sendiri, Bapak Sastroadmojo, dan Bapak Tjokrosiswoyo. Inilah awal mula dari perjalanan panjang umat Katolik di Pelem Dukuh. Tak lama kemudian, hadir pula Ibu Yakoba Sikem, yang menjadi umat ...
JUMAT Prapaska 1
Hari pantang
“Jika hidup keagamaanmu dak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orangorang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga”(Mat 5:20)
Perikop di atas menunjukkan bahwa cara beribadat ahli-ahli taurat dan orang-orang Farisi memang benar. Hanya saja terdapat satu kekurangan yaitu mereka menolak percaya kepada Kristus sebagai Anak Tunggal Allah. Kita yang telah beriman kepada Yesus tentu harus didukung dengan pola hidup rohani kita yang harus lebih baikdaripada ahli-ahli taurat dan orang-orang Farisi. Lalu caranya bagaimana? Dalam bidang liturgi terdapat istilah lex orandi, lex credendi dan lex vivendi. Istilah tersebut memiliki makna bahwa apa yang kita doakan, kita imani seharusnya juga kita hidupi dalam rutinitas sehari-hari. Dengan demikian perilaku, ungkapan dan sikap kita merupakan pancaran dari kedalaman hidup rohani kita.
Sebagai orang kristiani kita jangan sampai jatuh pada ekstrim tertentu, misalnya mengagungkan kehidupan berdoa saja tetapi kurang menjalin kehidupan sosial di tengah masyarakat. Begitu pula sebaliknya terlalu mengutamakan kehidupan sosial tetapi kurang mendalami kehidupan rohani. Oleh karena itu, masa prapaskah ini menjadi kesempatan bagi kita untuk menyeimbangkan antara kehidupan doa dan kehidupan sosial. Dengan demikian kita mampu beriman mendalam sekaligus menjadi duta Kristus di tengah dunia.
Sumber : kevikepandiy.org
Comments
Post a Comment