Skip to main content

Jejak Perjalanan Iman: Sejarah Paroki Administratif Pelem Dukuh

  Paroki Administratif Pelem Dukuh adalah sebuah kisah tentang keteguhan iman, semangat pengabdian, dan perjuangan tak kenal lelah dari sekelompok umat Katolik yang bertekad membangun komunitas spiritual di tengah tantangan zaman. Cerita ini dimulai dengan seorang pria sederhana bernama Ignatius Tukidin, yang menjadi pelopor umat Katolik pertama di Pelem Dukuh. Pada tahun 1929, Bapak Ignatius Tukidin dipermandikan di Ploso Promasan setelah mengenal agama Katolik di Sekolah Rakyat (SR) Boro. Dengan bimbingan Romo Prennthaler, ia dikirim ke Mendut dan Ungaran untuk mengikuti kursus guru agama. Ketika ia kembali, benih iman yang ia bawa mulai bersemi di tanah Pelem Dukuh. Rumahnya menjadi tempat diselenggarakannya misa pertama, meski hanya tiga orang yang menerima komuni saat itu: Ignatius Tukidin sendiri, Bapak Sastroadmojo, dan Bapak Tjokrosiswoyo. Inilah awal mula dari perjalanan panjang umat Katolik di Pelem Dukuh. Tak lama kemudian, hadir pula Ibu Yakoba Sikem, yang menjadi umat ...

Perayaan Ekaristi dengan Tatanan Baru di Gereja Adm. Pelem Dukuh

Gereja Pelem Dukuh New Normal



Tepat pada saat misa online 80 th Keuskupan Agung Semarang tgl 28 Juni 2020, Bapa Uskup Mgr. Robertus Rubiyatmoko memberikan kado kepada seluruh umat di KAS bahwa mulai tgl 18-19 Juli 2020 Gereja sudah mulai dibuka kembali, yang artinya Perayaan Ekaristi di Paroki-Paroki sudah diperbolehkan, tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan dan ijin dari pemerintah setempat. Tentunya ini mengobati kerinduan akan ekaristi di Gereja setelah beberapa waktu melakukan ekaristi secara online. 

Menanggapi keputusan dari Keuskupan tersebut, maka pada tgl 10 Juli 2020 Dewan Paroki Pelem Dukuh mengadakan rapat persiapan misa dengan tatanan baru (new normal) agar Gereja tetap bebas dari corona, antara lain : 

  1. Batasan umur yang diperbolehkan mengikuti misa yaitu berumur lebih dari 10 tahun dan kurang dari 65 tahun. 
  2. Semua umat diwajibkan memakai masker dari rumah dan untuk para petugas di wajibkan memakai face shield. 
  3. Umat juga diwajibkan untuk mencuci tangan di halaman gereja dengan tetap menjaga jarak serta memakai hand sanitizer. 
  4. Ada petugas yang akan mengukur suhu badan umat. Bagi yang temperaturnya 37,5° atau lebih, diberi kesempatan untuk berteduh di bawah pohon selama 5 menit. Jika temperatur tetap 37,5° bahkan lebih maka umat diminta untuk pulang. Namun jika temperatur kurang dari 37,5° maka umat diperbolehkan untuk mengikuti misa di Gereja. 
  5. Persembahan yang biasanya diedarkan di tempat duduk sekarang cukup memasukkan di kotak persembahan yang disediakan didepan pintu masuk Gereja. 
  6. Di dalam gereja juga tetap menerapkan protokol dengan menjaga jarak tempat duduk. Saat salam damai tangan di dada dan tersenyum pada umat lainnya. Pada saat komuni diatur dalam satu barisan serta tidak boleh menginjak tanda (X). 
  7. Setelah misa umat juga di anjurkan untuk langsung menuju rumah dan tidak berkerumun saat keluar Gereja.


Sesuai dengan ketentuan diatas maka Paroki Administratif Pelem Dukuh pada Minggu, 19 Juli 2020 sudah mengadakan perayaan ekaresti luring (luar jejaring) seijin pemerintah setempat. Bagi sebagian umat mungkin tatanan baru ini sangat tidak praktis tetapi untuk menjaga keamanan bersama kita harus mematuhi perintah serta anjuran dari Keuskupan maupun dari pihak Gereja kita sendiri. 

Banyak umat yang merasakan kerinduan untuk pergi ekaristi di Gereja, beberapa kali saya bertemu dengan umat lain dan ia menanyakan kapan akan ada ekaresti lagi. "niki kapan to badhe misa malih" tutur seorang nenek yang bertemu saya waktu itu. Tidak hanya umat, Romo pasti juga merindukan ekaristi bersama umatnya. 

Ekaristi yang pertama dalam masa new normal ini di pimpin oleh Romo Supriyono Venantius, SVD. Beliau merupakan Romo yang berasal dari Paroki Pelem Dukuh. Pada ekaristi Romo memberikan beberapa berumpamaan seperti ilalang yang tumbuh bersama padi, biji sesawi, dan ragi. Ilalang atau dalam bahasa jawa disebut dengan "alang-alang" diumpamakan sebagai penghalang orang dalam bertumbuh dan menjalankan segala sesuatunya. Biji sesawi adalah biji yang ukurannya sangat kecil tetapi saat biji itu ditebar dan tumbuh biji itu bisa menjadi pohon yang sangat besar bahkan burung pun bisa menaruh sarang di atasnya. Perumpamaan yang terakhir ialah ragi. Ragi bisa membuat sesuatu yang keras menjadi lunak yang tidak berasa mejadi manis. Misalnya kedelai yang diberi ragi akan menjadi lunak dan singkong yang diberi ragi maka akan menjadi lunak dan manis. Romo Supri menyampaikan semua itu dengan wajah yang bahagia dan sangat bersemangat. Beliau sesekali bercerita juga tentang masa kecilnya. 

Tentunya para petugas juga mengalami perubahan seperti harus memakai face shield dan petugasnya juga terbatas. Petugas koor yang biasanya berasal dari lingkungan-lingkungan sekarang hanya di pimpin oleh satu orang dan bernyanyi bersama. Putra-putri altar yang bertugas diberi batasan maksimal 2 orang yang biasanya 4 sampai 6 anak. Sebelum dan sesudah melakukan kontak dengan romo, para petugas menggunakan hand sanitizer yang sudah disediakan. 

Romo Supriyono juga memberikan penjelasan serta pesan kepada umat Pelem Dukuh. Dalam new normal ini kita diharapkan untuk memperbaharui diri didalam sikap. Membiasakan diri untuk hidup sosial yang sehat, tertib, teratur demi keselamatan banyak orang. Alam penuh dengan tanda-tanda dan dengan adanya corona kita dipaksa untuk memperhatikan tanda-tanda tersebut. Romo menyampaikan "pesan saya, ikuti new normal ini dengan baik. Mungkin corona tidak akan hilang seperti virus yang lainnya. Jangan menanggapi corona dengan rasa takut karena akan berakibat negatif bagi diri kita. Maka kita perlu menganggapi ini dengan cara-cara baru yang telah di terapkan di masyarakat saat ini". 
"ikuti saja new normal itu dan dan kita sudah berusaha sebaik mungkin untuk mempersenjatai diri menghadapi virus corona" tambahnya. -Lucia Devi

Galeri foto klik disini
Dokumentasi @monica.asih

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Jejak Perjalanan Iman: Sejarah Paroki Administratif Pelem Dukuh

  Paroki Administratif Pelem Dukuh adalah sebuah kisah tentang keteguhan iman, semangat pengabdian, dan perjuangan tak kenal lelah dari sekelompok umat Katolik yang bertekad membangun komunitas spiritual di tengah tantangan zaman. Cerita ini dimulai dengan seorang pria sederhana bernama Ignatius Tukidin, yang menjadi pelopor umat Katolik pertama di Pelem Dukuh. Pada tahun 1929, Bapak Ignatius Tukidin dipermandikan di Ploso Promasan setelah mengenal agama Katolik di Sekolah Rakyat (SR) Boro. Dengan bimbingan Romo Prennthaler, ia dikirim ke Mendut dan Ungaran untuk mengikuti kursus guru agama. Ketika ia kembali, benih iman yang ia bawa mulai bersemi di tanah Pelem Dukuh. Rumahnya menjadi tempat diselenggarakannya misa pertama, meski hanya tiga orang yang menerima komuni saat itu: Ignatius Tukidin sendiri, Bapak Sastroadmojo, dan Bapak Tjokrosiswoyo. Inilah awal mula dari perjalanan panjang umat Katolik di Pelem Dukuh. Tak lama kemudian, hadir pula Ibu Yakoba Sikem, yang menjadi umat ...

Festival Kesenian Tradisional (FKT) 2023

  Festival Kesenian Tradisional (FKT) merupakan sebuah kegiatan yang diadakan oleh Orang Muda Katolik (OMK) di Rayon Kulon Progo yang bertujuan untuk melestarikan budaya dan juga wadah bagi kaum muda untuk berekspresi. Kegiatan ini diadakan satu tahun sekali yang pada waktu itu sempat terhenti karena adanya covid-19. Pada tahun ini diadakan Kembali FKT yang bertemakan “ Pulih Gigih Linuwih ” dengan logo nyala api. Nyala api yang merah menandakan sebuah keberanian, kekuatan, kegembiraan, gairah, dan juga energi. Pulih berarti sesuatu yang hidup dan menyala bisa mengindikasikan bahwa sesuatu itu sudah pulih. Gigih berarti api yang mempunyai kegigihan, ia berusaha untuk selalu memperbesar diri dan meluaskan areanya serta akan segera menyebar dan tidak mudah untuk dipadamkan. Dan yang terakhir adalah linuwih yang berarti api punya kelebihan yaitu panas dan juga terang dari sekitarnya.  Kegiatan ini terlaksana pada tanggal 09 Juli 2023 yang bertempat di Lapangan Cubung, Lendah, ...

Paskahan 2023 Lingkungan Vicensius Gedong

 Rangkaian Paskah di Gereja dari Minggu Palma sampai misa adhiyuswo sudah selesai. Kini lingkungan-lingkungan di Paroki Adm. Pelem Dukuh yang mengadakan Paskahan Lingkungan. Ini juga yang terjadi di Lingkungan Vicensius Gedong. Rabu 12 April 2023 bertempat di rumah Bapak Pribadi di adakan paskahan Lingkungan di mulai pukul 3 sore. Sekitar pukul setengah 3 sore umat di lingkungan Vicensius Gedong sudah mulai berdatangan, apalagi lingkungan ini di dominasi oleh simbah-simbah yang jalan kaki. Antusias umat cukup bagus terlihat dari umat lingkungan yang rumahnya paling atas sampai rumah yang paling bawah bias hadir dalam paskahan lingkungan ini, dari anak-anak juga sampai simbah-simbah. Pada kesempatan ini Lingkungan Vicensius Gedong juga mengundang Frater Gabriel Singgih dari Seminari Santo Paulus Kenthungan Yogyakarta yang kebetulan berada di Paroki Adm. Pelem Dukuh. Belia juga memimpin ibadat pada sore itu. Frater Singgih yang asli dari Makasar memimpin ibadat dengan Bahasa Jawa, ...