Paroki Administratif Pelem Dukuh adalah sebuah kisah tentang keteguhan iman, semangat pengabdian, dan perjuangan tak kenal lelah dari sekelompok umat Katolik yang bertekad membangun komunitas spiritual di tengah tantangan zaman. Cerita ini dimulai dengan seorang pria sederhana bernama Ignatius Tukidin, yang menjadi pelopor umat Katolik pertama di Pelem Dukuh. Pada tahun 1929, Bapak Ignatius Tukidin dipermandikan di Ploso Promasan setelah mengenal agama Katolik di Sekolah Rakyat (SR) Boro. Dengan bimbingan Romo Prennthaler, ia dikirim ke Mendut dan Ungaran untuk mengikuti kursus guru agama. Ketika ia kembali, benih iman yang ia bawa mulai bersemi di tanah Pelem Dukuh. Rumahnya menjadi tempat diselenggarakannya misa pertama, meski hanya tiga orang yang menerima komuni saat itu: Ignatius Tukidin sendiri, Bapak Sastroadmojo, dan Bapak Tjokrosiswoyo. Inilah awal mula dari perjalanan panjang umat Katolik di Pelem Dukuh. Tak lama kemudian, hadir pula Ibu Yakoba Sikem, yang menjadi umat ...
Kali ini yang memenuhi gereja adalah para lansia hanya di selingi beberapa orang muda yang bertugas mengantar dan mendampingi ,namun sebagian besar masih bisa berangkat dan pulang gereja sendiri dan rata-rata berjalan kaki .Pada misa hari natal lansia ini di pimpin oleh Romo Sajiyo, romo yang baru ..beliau berpesan bagi para lansia untuk menyadari usia dan lebih baik di isi dengan mendekatkan diri pada Tuhan ,hal-hal kecil yang bersifat materi terhadap anak cucunya di harapkan tidak terlalu "itung" (itung-itungan yang berlebihan) ,memang banyak fenomena anak-anak mereka pergi ke kota atau tinggal di rumah keluarga masing-masing meninggalkan para orang tua ,namun hal-hal semacam itu seharusnya tidak menjadi alasan yang akhirnya berakibat negatif bagi pribadi masing-masing, tetaplah senantiasa lebih terfokus kepada Yang Maha Kuasa,mendekatkan diri padaNya . Dalam kesempatan kali ini juga di adakan pesta kebun sederhana yaitu di sediakan makanan setelah misa berakhir beberapa pemandangan klasik yang terlihat dalam wajah-wajah legendaris bagi kita terutama umat di pelemdukuh , itulah wajah-wajah yang berjuang untuk terciptanya generasi saat ini , di dalam wajah-wajah merekalah ada banyak cerita pengorbanan,kebahagiaan,tangis dan tawa yang terwakili oleh ekspresi mereka sekarang ,dari merekalah di tanamkan dasar-dasar kehidupan bagi generasi ini . Tongkat kayu sebagai alat bantu berjalan adalah pemandangan yang umum pada hari-hari seperti ini,rambut putih , busana-busana klasik dan sisa-sisa wibawa masih terpancar disana , pandangan welas asih seolah-olah selalu di suguhkan untuk cucu-cucu mereka ,senyum ,ketulusan dan bermacam-macam cerita sepertinya sudah menceritakan dirinya tanpa harus di jabarkan dengan kata-kata , berikut ini foto-fotonya
Comments
Post a Comment